Hukum Seorang Suami Menyusu Dengan Istri
Pertanyaan :
Ustadz ana
ingin tanya apa hukum seorang suami menyusu dengan istrinya (istri
menyusui suaminya), apakah ia akan terkena hukum radha’ah, jazakumullahu
khoiron atas jawabanya.
Jawaban :
Muqaddimah
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad saw..
Sering
orang-orang, terlebih kaum Muslimin dan terlebih khusus lagi bagi mereka
yang telah berumah tangga, kebingungan dan bertanya-tanya bagaimana
sich hukumnya jika seorang suami ikut-ikutan menyusu bersama-sama
anaknya kepada sang istri?.
Atau seorang
istri menyusui suaminya? Apakah boleh ataukah tidak? Sebab ada kaidah
bahwa susu wanita itu bisa menjadikan seseorang itu mahram baginya,
sehingga ia boleh berdua-dua dan tidak dihukum dosa.
Untuk itu kami sengaja menulis makalah ini sebagai gambaran tentang hukum mengenai masalah tersebut.
Dalil-Dalil Bahwa Orang Yang Menyusu Itu Menjadi Mahram Bagi Wanita Yang Menyusui
a. Firman Allah
وَأُمَّهَاتُكُمُ الاَّتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُم مِّنَ الرَّضَاعَةِ
“Dan ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara perempuan sepersusuan”(QS. An-Nisaa`: 23)
Maka apabila
ada seorang anak menyusu kepada seorang wanita sedang umurnya masih di
bawah 2 (dua) tahun, maka jadilah wanita tersebut ibu dari sang anak
atau yang disebut dengan ibu susuan. Sehingga ia boleh berkhalwat
(berduaan) dengan sang wanita itu dan diharamkan atas mereka berdua
untuk menikah.
Maka anak-anak
dari anak yang menyusu itu adalah cucu dari wanita tersebut, dan ibu
dari wanita itu menjadi nenek bagi anak-anak tersebut. Saudara laki-laki
wanita tersebut menjadi pamannya dan saudara perempuannya menjadi bibi
bagi mereka. (An-Nawawi, vol. 19 hal. 314).
b. Hadits Nabi
Dari `Aisyah ra. Nabi bersabda:
يُحْرَمُ مِنَ الرَّضَاعَةِ مَا يُحْرَمُ مِنَ الْوِلَادَةِ (حديث صحيح اخرجه مالك والشافعي)
“Diharamkan dari persusuan sebagaimana diharamkannya dari -sebab- kelahiran.”
(Hadits shahih diriwayatkan Malik dan Syafi`i).
Dan dalam
riwayat bahwa Nabi saw ditawari menikahi anak perempuan dari shahabat
Hamzah bin Abdul Muthalib, maka Baliau saw bersabda, “Sesungguhnya dia
(wanita) itu anak perempuan dari saudara sesususanku (Hamzah), dan
sesungguhnya telah diharamkan dari sebab persusuan sebagaimana
diharamkannya dari sebab nasab”. (HR. Muslim). (An-Nawawi, vol. 19 hal.
314).
Tidak Dikatakan Menyusui Apabila Umurnya Di Atas 2 (Dua) Tahun
Imam Nawawi di
dalam kitabnya “Al-Majmu`” berkata, “Tidak menjadi haram lantaran
menyusui bila umurnya di atas dua tahun”. Pendapat beliau didasarkan
pada firman Allah:
وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلاَدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَن يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ
Artinya : “Para
ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi
yang ingin menyempurnakan penyusuan”. (QS. Al-Baqarah: 233).
Dalam atsar
dari Ibnu Mas`ud Radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Asy-Syafi`i
dalam kitab Al-Umm, dari Malik, dari Yahya bin Sa`id, “Bahwasanya Abu
Musa berkata; ‘Aku tidak mengatakan tentang menyusunya seorang yang
telah besar kecuali haram hukumnya’. Maka Ibnu Mas`ud berkata,
‘Telitilah dulu apa yang telah engkau fatwakan kepada orang ini’. Abu
Musa berkata lagi, ‘Lalu apa yang anda katakan?’. Jawab Ibnu Mas`ud,
‘Tidak dikatakan menyusui kecuali bila di bawah dua tahun’. Lalu Abu
Musa berkata, ‘Tidak dikatakan menyusui kecuali bila di bawah dua
tahun.’ Lalu Abu Musa berkata, ‘Janganlah kalian bertanya kepadaku
selama tinta ini (Ibnu Mas`ud) ada diantara kalian.’” )HR. Asy-Syafi`i
di dalam Al-Umm 5/49, Malik 2/117, Al-Baihaqi 7/462).
Dari Ibnu
Mas`ud Radhiyallahu ‘anhu diriwayatkan oleh Said bin Manshur dari Hasyim
dari Mughiroh dari Ibrahim dari Abdullah, berkata: “Tidak dikatakan
menyusui kecuali pada umur kurang dari dua tahun. ”Ibnu `Abbas
Radhiyallahu ‘anhu berkata, “Tidak dikatakan menyusui jika telah genap
(umurnya) dua tahun, maka jika telah lebih dari dua tahun tidaklah ada
hukum.” (Al-Baihaqi 7/462).
Dalam hadits
`Aisyah Radiyallahu Anha, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam telah bersabda, ‘Tidak menjadikan haram satu atau dua sedotan.’”
(HR. Muslim (1158)).
Dalam riwayat
lain Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Lihatlah siapa
saudara-saudara kalian (istri Nabi), karena persusuan itu karena lapar.”
(Muttafaq `Alaih (1159).
Sesungguhnya
persususan yang menjadikan terjadinya keharaman (nikah) dan halalnya
berkhalwat adalah persusuan yang bisa menjadikan kenyang dari kelaparan
bagi seorang anak kecil.
Jadi tidaklah
dikatakan persusuan yang mengharamkan dari pernikahan kecuali jika hal
itu bisa mengenyangkan dari rasa lapar (dan inilah yang masyhur)
sehingga dengan begitu akan bisa menumbuhkan daging. Dan dalam hadits Ibnu
Mas`ud Radhiyallahu ‘anhu dikatakan, “Tidaklah dikatakan persusuan
kecuali jika (bisa) menumbuhkan tulang dan daging.” (Ibanatul Ahkam,
3/440).
Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah pernah ditanya tentang seorang lelaki yang membersihkan
matanya dari debu dengan air susu istrinya, apakah istrinya menjadi
haram jika air susu itu masuk ke dalam perutnya? Dan dalam kesempatan
lain beliau ditanya tentang seorang suami yang suka bercumbu dengan
istrinya sehingga ia biasa menghisap payudara istrinya, apakah ia
(istrinya) menjadi haram atasnya?